Kamis, 22 Maret 2012

10 kiat Meraih cinta Allah

1. Membaca al-Qur’an dengan merenung dan memahami kandungan maknanya sesuai dengan maksudnya yang benar. Itu tidak lain adalah renungan seorang hamba Allah yang hafal dan mampu menjelaskan al-Qur’an agar difahami maksudnya sesuai dengan kehendak Allah swt. Al-Qur’an merupakan kemuliaan bagi manusia yang tidak dapat ditandingi dengan kemuliaan apa pun. Ibnu Sholah mengatakan “Membaca Al-Qur’an merupakan kemuliaan, dengan kemuliaan itu Allah ingin memuliakan manusia di atas mahluk lainnya. Bahkan malaikat pun tidak pernah diberi kemuliaan seperti itu, malah mereka selalu berusaha mendengarkannya dari manusia”.

2. Taqarrub kepada Allah S.w.t, melalui ibadah-ibadah sunnah setalah melakukan ibadah-ibadah fardhu. Orang yang menunaikan ibadah-ibadah fardhu dengan sempurna mereka itu adalah yang mencintai Allah. Sementara orang yang menunaikannya kemudian menambahnya dengan ibadah-ibadah sunnah, mereka itu adalah orang yang dicintai Allah. Ibadah-ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah, diantaranya adalah: shalat-shalat sunnah, puasa-puasa sunnah, sedekah sunnah dan amalan-amalan sunnah dalam Haji dan Umrah.
3. Mengamalkan zikir kepada Allah dalam segala tingkah laku, melalui lisan, kalbu, amal dan perilaku. Kadar kecintaan seseorang terhadap Allah tergantung kepada kadar zikir kepadaNya. Zikir kepada Allah merupakan syiar bagi mereka yang mencintai Allah dan orang yang dicintai Allah. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah aza wajalla berfirman :”Aku bersama hambaKu, selama ia mengingatKu dan kedua bibirnya bergerak (untuk berzikir) kepadaKu”.
4. Cinta kepada Allah melebihi cinta kepada diri sendiri. Mengutamakan cinta kepada Allah di atas cinta kepada diri sendiri, meskipun dibayangi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak lebih mencintai diri sendiri.  Ertinya ia rela mencintai Allah meskipun berisiko tidak dicintai oleh mahluk. Inilah darjat para Nabi, di atas itu darjat para Rasul dan di atasnya lagi darjat para rasul Ulul Azmi, lalu yang paling tinggi adalah darjat Rasulullah Muhammad S.a.w. sebab beliau mampu melawan kehendak dunia seisinya demi cintanya kepada Allah.
5. Kesinambungan musyahadah (menyaksikan) dan ma’rifah (mengenal) Allah s.w.t. Penglihatan kalbunya terarah kepada nama-nama Allah dan sifat-sifatNya. Kesedaran dan penglihatan kalbunya berkelana di taman ma’rifatullah (pengenalan Allah yang paling tinggi). Barang siapa ma’rifah kepada asma-asma Allah, sifat-sifat dan af’al-af’al Allah dengan penyaksian dan kesedaran yang mendalam, nescaya akan dicintai Allah.
6. Menghayati kebaikan, kebesaran dan nikmat Allah lahir dan batin akan menghantarkan kepada cinta hakiki kepadaNya. Tidak ada pemberi nikmat dan kebaikan yang hakiki selain Allah. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun kekasih yang hakiki bagi seorang hamba yang mampu melihat dengan mata batinnya, kecuali Allah s.w.t. Sudah menjadi sifat manusia, ia akan mencintai orang baik, lembut dan suka menolongnya dan bahkan tidak mustahil ia akan menjadikannya sebagai kekasih. Siapa yang memberi kita semua nikmat ini? Dengan menghayati kebaikan dan kebesaran Allah secara lahir dan batin, akan menghantarkan kepada rasa cinta yang mendalam kepadaNya.
7. Ketundukan hati secara total di hadapan Allah, inilah yang disebut dengan khusyu’. Hati yang khusyu’ tidak hanya dalam melakukan sholat tetapi dalam semua aspek kehidupan ini, akan menghantarkan kepada cinta Allah yang hakiki.
8. Menyendiri bersama Allah ketika Dia turun. Bilakah itu? Iaitu saat sepertiga terakhir malam. Di saat itulah Allah s.w.t. turun ke langit dunia dan di saat itulah saat yang paling berharga bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan melaksanakan sholat malam agar mendapatkan cinta Allah.  Walaubagaimana pun sifat turunnya Allah S.w.t itu TIDAK SAMA dengan turunnya makhluk dan ianya tidak boleh dibincang-bincangkan bagaimana.
9. Bergaul dengan orang-orang yang mencintai Allah, maka ia pun akan mendapatkan cinta Allah S.w.t.
10. Menjauhi sebab-sebab yang menghalangi komunikasi kalbu dengan Al-Khaliq, iaitu Allah subhanahu wataala.


Antara sebab-sebab untuk mendapatkan cinta dari Allah S.w.t ialah;

- Membaca Al-Qur’an dengan memikir dan memahami maknanya.
- Berusaha mendekatkan diri kepada Allah S.w.t  dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah yang wajib.
- Selalu mengingati Allah S.w.t , baik dengan lisan, hati mahupun dengan anggota badan dalam setiap keadaan.
- Lebih mengutamakan untuk mencintai Allah S.w.t  daripada dirinya ketika hawa nafsunya menguasai dirinya.
- Memahami dan mendalami dengan hati tentang nama dan sifat-sifat Allah.
- Melihat kebaikan dan nikmatNya baik yang lahir mahupun yang batin.
- Merasakan kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Allah.
- Beribadah kepada Allah pada waktu sepertiga malam terakhir (di saat Allah turun ke langit dunia) untuk bermunajat kepadaNya, membaca Al-Qur’an , merenung dengan hati serta mempelajari adab dalam beribadah di hadapan Allah kemudian ditutup dengan istighfar dan taubat.
- Duduk dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang tulus kepada Allah dari para ulama dan da’i, mendengarkan dan mengambil nasihat mereka serta tidak berbicara kecuali pembicaraan yang baik.
- Menjauhi/menghilangkan hal-hal yang menghalangi hati dari mengingati Allah Subhannahu wa Ta’ala .
Oleh : Imam Ibnu Qayyim AlJauziyyah
Sumber : http://hikmatun.wordpress.com/2010/08/29/cinta-kerana-allah-s-w-t-dan-tanda-tanda-bahawa-allah-cinta-kepada-seseorang-hamba/#more-3465

Keajaiban Matahari




Matahari adalah unit terbesar dari sistem tata surya kita. Matahari sangatlah panas dan mengandung gas yang selalu terbakar. Di permukaannya selalu terjadi ledakan bagaikan jutaan bom atom yang dijatuhkan tiap waktu. Ledakan ini menghasilkan lidah api raksasa yang ukurannya 40 atau 50 kali lebih besar dari bumi kita.

Matahari seperti bola api raksasa yang memberikan panas dan cahaya yang sangat besar dari permukaannya. Ruang angkasa, bagaimanapun, gelap gulita. Bumi kita adalah salah satu bagian yang indah dari kegelapan mutlak itu. Dan, tidak ada unit lain selain matahari di tata surya kita yang mampu menyinari dan menghangatkan bumi kita. Apabila bukan dari matahari, maka akan terjadi malam selama-lamanya, dan setiap daerah akan terselimuti es. Kehidupan dengan begitu akan mustahil, dan kita pun tidak akan ada.

Panas yang diberikan matahari akan sangat tinggi selama musim panas. Namun, matahari jaraknya jutaan kilometer dari bumi, dan hanya 0,2 persen dari panasnya yang benar-benar mencapai bumi. Sejak suhu di bumi bisa sangat tinggi, meskipun matahari letaknya begitu jauh, bagaimana dengan suhu matahari itu sendiri?

Temperatur di permukaan matahari adalah 6.000 derajat Celcius, dan 12 juta derajat Celsius di dalamnya.

Allah telah menciptakan jarak yang sempurna antara bumi dan matahari. Apabila jarak matahari lebih dekat dengan kita, maka semua yang ada di bumi akan menguap dan terbakar. Begitu juga, apabila jaraknya lebih jauh dari saat ini, maka semua daerah akan tertutupi es. Dengan begitu, tentu saja, kehidupan akan mustahil.

Daerah kutub, daerah yang mendapatkan panas paling sedikit dari matahari, secara permanen diselimuti oleh es, sedangkan daerah ekuator, yang mendapatkan lebih banyak panas, selalu panas. Namun, perbedaan suhu antara kutub dan ekuator ini yang menyebabkan terciptanya iklim moderat di bumi secara keseluruhan, dan iklim inilah yang menyokong terwujudnya kehidupan. Hal tersebut adalah salah satu tanda dari tidak terhitungnya bukti cinta Allah kepada manusia.

Bila matahari lebih besar atau lebih kecil, lebih jauh ataupun lebih dekat dengan bumi, maka sangat tidak mungkin terjadi kehidupan di planet kita.

Bagaimanapun juga, Allah menciptakan matahari, bumi dan sistem tata surya dengan sedemikian teraturnya agar kita dapat hidup dengan nyaman. Di ayat lain dalam Al-Qur’an tertera bagaimana matahari dan bulan selalu bergerak sesuai perintah Allah :

“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu, dan bintang-bintang dikendalikan dengan perintahNya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti.” (Q.S.An-Nahl (16):12)




Keajaiban Hujan

Keajaiban Hujan

Hujan merupakan salah satu perkara terpenting bagi kehidupan di muka bumi. Ia merupakan sebuah prasyarat bagi kelanjutan aktivitas di suatu tempat. Hujan–yang memiliki peranan penting bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia–disebutkan pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengenai informasi penting tentang hujan, kadar dan pengaruh-pengaruhnya.

Informasi ini, yang tidak mungkin diketahui manusia di zamannya, menunjukkan kepada kita bahwa Al-Qur’an merupaka kalam Allah. Sekarang, mari kita kaji informasi-informasi tentang hujan yang termaktub di dalam Al-Qur’an.
Kadar Hujan
Di dalam ayat kesebelas Surat Az-Zukhruf, hujan dinyatakan sebagai air yang diturunkan dalam “ukuran tertentu”. Sebagaimana ayat di bawah ini:

“Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Az-Zukhruf, (43):11)

“Kadar” yang disebutkan dalam ayat ini merupakan salah satu karakteristik hujan. Secara umum, jumlah hujan yang turun ke bumi selalu sama. Diperkirakan sebanyak 16 ton air di bumi menguap setiap detiknya. Jumlah ini sama dengan jumlah air yang turun ke bumi setiap detiknya. Hal ini menunjukkan bahwa hujan secara terus-menerus bersirkulasi dalam sebuah siklus seimbang menurut “ukuran” tertentu.

Pengukuran lain yang berkaitan dengan hujan adalah mengenai kecepatan turunya hujan. Ketinggian minimum awan adalah sekitar 12.000 meter. Ketika turun dari ketinggian ini, sebuah benda yang yang memiliki berat dan ukuran sebesar tetesan hujan akan terus melaju dan jatuh menimpa tanah dengan kecepatan 558km/jam. Tentunya, objek apapun yang jatuh dengan kecepatan tersebut akan mengakibatkan kerusakan. Dan apabila hujan turun dengan cara demikian, maka seluruh lahan tanaman akan hancur, pemukiman, perumahan, kendaraan akan mengalami kerusakan, dan orang-orang pun tidak dapat pergi keluar tanpa mengenakan alat perlindungan ekstra. Terlebih lagi, perhitungan ini dibuat untuk ketinggian 12.000 meter, faktanya terdapat awan yang memiliki ketinggian hanya sekitar 10.000 meter. Sebuah tetesan hujan yang jatuh pada ketinggian ini tentu saja akan jatuh pada kecepatan yang mampu merusak apa saja.

Namun tidak demikian terjadinya, dari ketinggian berapapun hujan itu turun,  kecepatan rata-ratanya hanya sekitar 8-10 km/jam ketika mencapai tanah. Hal ini disebabkan karena bentuk tetesan hujan yang sangat istimewa. Keistimewaan bentuk tetesan hujan ini meningkatkan efek gesekan atmosfer dan mempertahankan kelajuan tetesan-tetesan hujan krtika mencapai “batas” kecepatan tertentu. (Saat ini, parasut dirancang dengan menggunakan teknik ini).

Tak sebatas itu saja “pengukuran” tentang hujan. Contoh lain misalnya, pada lapisan atmosferis tempat terjadinya hujan, temperatur bisa saja turun hingga 400oC di bawah nol. Meskipun demikian, tetesan-tetesan hujan tidak berubah menjadi partikel es. (Hal ini tentunya merupakan ancaman mematikan bagi semua makhluk hidup di muka bumi.) Alasan tidak membekunya tetesan-tetesan hujan tersebut adalah karena air yang terkandung dalam atmosfer merupakan air murni. Sebagaimana kita ketahui, bahwa air murni hampir tidak membeku pada temperatur yang sangat rendah sekalipun.

Pembentukan Hujan
Bagaimana hujan terbentuk tetap menjadi misteri bagi manusia dalam kurun waktu yang lama. Hanya setelah ditemukannya radar cuaca, barulah dapat dipahami tahapan-tahapan pembentukan hujan. Pembentukan hujan terjadi dalam tiga tahap. Pertama, “bahan mentah” hujan naik ke udara. Kemudian terkumpul menjadi awan. Akhirnya, tetesan-tetesan hujan pun muncul.

Tahapan-tahapan ini secara terperinci telah tertulis dalam Al-Qur’an berabad-abad tahun lalu sebelum informasi mengenai pembentukan hujan disampaikan:

“Allah, dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang di kehendakinya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal: lalu kamu lihat  hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambanya yang di kehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (QS. Ar-Rum, (40):48)

Sekarang, mari kita lihat pada tiga tahapan yang disebutkan dalam Al-Qur’an:

Tahap Pertama: “ Allah, dialah yang mengirimkan angin…..”
Gelembung-gelembung udara yang tidak terhitung jumlahnya dibentuk oleh buih-buih di lautan yang secara terus-menerus pecah dan mengakibatkan partikel-partikel air tersembur ke udara menuju ke langit. Partikel-partikel ini –yang kaya akan garam– kemudian terbawa angin dan bergeser ke atas menuju atmosfer. Partikel-partikel ini (disebut aerosol) membentuk awan dengan mengumpulkan uap air (yang naik dari lautan sebagai tetesan-tetesan oleh sebuah proses yang dikenal dengan “JebakanAir”) di sekelilingnya.

Tahap  Kedua : “…..lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang di kehendakinya, dan menjadi bergumpal-gumpal…..”
Awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekitar kristal-kristal garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena tetesan-tetesan air di sini sangat kecil (dengan diameter antara 0,01-0,02 mm), awan mengapung di udara dan menyebar di angkasa. Sehingga langit tertutup oleh awan.

Tahap Ketiga : “….lalu kamu lihat  hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun.”
Partikel-partikel air yang mengelilingi kristal-kristal garam dan partikel-partikel debu mengental dan membentuk tetesan-tetesan hujan. Sehingga, tetesan-tetesan tersebut, yang menjadi lebih berat dari udara, meninggalkan awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Setiap tahap dalam pembentukan hujan disampaikan dalam Al-Qur’an. Terlebih lagi, tahapan-tahapan tersebut dijelaskan dalam runtutan yang benar. Seperti halnya fenomena alam lain di dunia, lagi-lagi Al-Qur’an lah yang memberikan informasi yang paling tepat tentang fenomena ini, selain itu, Al-Qur’an telah memberitahukan fakta-fakta ini kepada manusia berabad-abad sebelum sains sanggup mengungkapnya.

Orang Yahudi Tak Mampu Mengangkat Jenazahnya

Berita alam kubur pada pagi ini tentang sosok seorang ahli sufi bermazhab Cinta kepada ALlah SWT. Beliaulah salah satu teladan umat islam yang bernama Ma'ruf Al Kharqi.

Beliau banyak memiliki karomah yang snagat luar biasa hingga meninggal pun jenazahnya menolak ketika diangkat oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.


Ma'ruf Al Kharqi merupakan ulama sufi penggagas paham cinta dalam dunia tasawuf.
Beliau hidup pada jaman Khalifah Harun Al Rasyid dari Dinasti Abbasiyyah.
Nama lengkapnya adalah Abu Mahfudz Ma'ruf bin Firus Al Kharqi.

Ketika beliau wafat, banyak orang dari berbagai golongan datang bertakziyah, baik islam maupun non islam termasuk juga Yahudi dan Nasrani.
Sebelum meninggal Ma'ruf berpesan atau berwasiat sebagai berikut,
"Jika ada kaum yang dapat mengangkat peti matiku, berarti aku adalah salah satu diantara mereka."

Ketika itu jenazahnya banyak yang memperebutkan, dan orang Nasrani mencoba untuk mengangkat peti matinya, namun rupanya peti mati itu tidak bisa diangkat meski diangkat oleh banyak orang Nasrani.
Begitu pula kala orang Yaudi mengankat peti matinya, juga tak bisa terangkat.

Ada seorang muslim yang waktu itu menemukan surat wasiat dari Ma'ruf yang berisi tersbut di atas.
Karena ada wasiat tersebut, maka orang islam berusaha mengangkatnya.
Ternyata peti mati itu bisa terangkat dengan sangat mudah dan berhasil.
Kemudian mereka menyalatkan dan menguburkan jenazahnya.

CinTaH (Cinta, Takut dan Harap)

Ketiga kata yang disebutkan dalam judul di atas merupakan kata-kata yang diri kita, hati kita tidak akan lepas darinya. Baik ketika kita masih kecil, menjelang usia muda bahkan ketika kita tua. Namun terkadang kita salah mengartikan dan menyalurkan ketiga hal di atas dengan sesuatu yang terlarang dalam agama. Oleh karena itu menjadi suatu hal yang selayaknya kita tahu ketiga hal di atas dengan benar, untuk itulah mari kita luangkan sejenak waktu kita untuk mempelajari sekelumit tentangnya. 

Makna Cinta
Ibnul Qoyyim rohimahullah menyebutkan dalam kitabnya Roudhotul Muhibbin[1]bahwa paling tidak ada sekitar 60 kata dalam bahasa arab yang digunakan untuk mengungkapkan makna cinta dan beliau menyebutkan 50 diantaranya. Demikian juga sebagaimana namanya cinta juga memilki berbagai macam tingkatan diantaranya[2], 
[1] Al Alaaqoh/hubungan, cinta disebut demikian karena adanya keterkaitan hati orang yang mencintai dan orang yang dicintai. 
[2] Shobaahah/kerinduan, cinta disebut demikian karena tertuangnya hati orang yang mencintai kepada orang yang dicintai. 
[3] Al Ghorom/cinta yang menyala-nyala, cinta disebut demikian karena rasa cinta yang menetap di dalam hati orang yang mencintai dan tidak terpisahkannya perasaan itu darinya. 
[4] Al ‘Isyqu/mabuk asmara, yaitu cinta yang berlebihan. 
[5] Asy Syauq/sangat rindu, yaitu berkelananya hati orang yang mencintai menuju sesuatu yang dicintai. 
[6] At Tatayyum/penghambaan, yaitu penghambaan orang yang mencintai terhadap yang dicintai. Tingkatan terakhir ini merupakan tingkatan kecintaan yang paling tinggi. Adapun mahabbah maka ia merupakan salah satu kata yang digunakan orang arab untuk mengungkapkan cinta yang artinya luapan dan gejolak hati saat dirundung keinginan bertemu dengan sang kekasih.

Cinta adalah Salah Satu Sebab Perbuatan dan Gerakan 
Cinta dan keinginan merupakan asal/sebab setiap perbuatan/amal dan gerakan di alam semesta ini, kedua hal itulah yang mengawali segala perbuatan dan gerakan sebagaimana benci dan rasa ketidaksukaan adalah asal/sebab yang mengawali seseorang untuk meninggalkan dan menahan diri dari sesuatu[3].  
Demikianlah cinta ia mampu membangkitkan jiwa, menggerakkan hati dan badan jika disebutkan sesuatu yang dicintainya walau yang disebutkan hanya nama sesuatu yang dicintainya tersebut karena rindu yang mendalam kepada yang dicintainya. Hal ini terlihat pada keadaan para pencinta wanita ketika disebutkan nama wanita yang dicintainya demikian pula pada para pencinta dunia dan lain-lain. 
Hal ini terlihat pula pada para pencinta Allah dan RosulNya ketika nama keduanya atau hal yang berhubungan dengan keduanya disebutkan pada saat dibacakan Al Qur’an. Namun ketahuilah para pembaca ’’yang semoga Allah merahmati kita semua’’ seluruh kecintaan di atas adalah cinta yang bathil kecuali kecintaan kepada Allah dan konsekwensi dari kecintaan kepadaNya yaitu cinta kepada Rosul, Al Qur’an dan para kekasih Allah dari orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Maka kecintaan yang demikianlah yang abadi dan abadi pula buahnya sesuai dengan abadinya ketergantungan orang tersebut kepada Allah. Keutamaan cinta ini atas kecintaan kepada yang lain sama dengan keutamaan orang yang bergantung kepada Allah atas orang yang bergantung kepada selainNya. Jika hubungan orang yang saling mencintai dan saling menggantungkan hati itu terputus maka terputus pulalah sebab-sebabnya sehingga yang abadi adalah kecintaan kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ

“Ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa dan (ketika) segala asbab antara mereka terputus sama sekali”. (QS. Al Baqoroh [2] : 166). 
Al Asbab (الْأَسْبَابُ) dalam ayat ini dimaknai oleh Ibnu Abbas sebagai kecintaan sebagaimana yang diriwayatkan melalui Atho’[4].

Cinta adalah Dasar, Kesempurnaan dan Kelengkapan dalam Ibadah
Ibnul Qoyyim rohimahullah menyebutkan bahwa dasar ibadah, kesempurnaan serta kelengkapannya adalah cinta. Karena itulah seorang hamba tidak boleh mempersekutukan Allah dalam kecintaan kepada selainNya[5].  
Bahkan dua kalimat yang seseorang tidak akan masuk islam kecuali dengannya yaitu dua kalimat syahadat tidaklah sah jika seseorang yang mengucapkannya kecuali dengan rasa cinta, artinya rasa cinta merupakan salah satu syarat diterima kalimat syahadat seseorang[6]. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah (melebihi cinta orang musyrik kepada berhala mereka)”. (QS. Al Baqoroh [2] : 165). 
Bahkan hakikat peribadatan adalah menghinakan diri dan tunduk kepada yang dicintai. Dengan kata lain yang dinamakan hamba adalah orang yang dihinakan oleh rasa cinta dan ketundukan kepada sesuatu yang dicintai. Oleh karena itulah tingkatan yang paling mulia bagi seorang hamba adalah penghambaan kepada yang dicintainya. Lihatlah betapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut mahlukNya yang paling mulia dan paling dicintaiNya yaitu Rosulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam dengan sebutan hamba. Sebagaimana dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla ketika memperjalankan beliau untuk bertemu langsung dengan Allah di langit yang tidak ada satu Nabi dan Rosulpun yang Allah muliakan dengan hal itu,

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya  agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Isro’ [17] : 1)[7].

4 Cinta yang Harus Dibedakan
Terdapat 4 macam cinta yang harus dibedakan, sebab orang yang tidak membedakannya pasti akan tersesat kerenanya. 
[1] Mahabbatullah/cinta kepada Allah. Hal ini saja belum cukup untuk menyelamatkan seseorang dari adzab Allah dan mendapatkan pahalaNya. Sebab kaum musyrikin, penyembah salib dan yahudi juga mencintai Allah[8]. 
[2] Mahabbatu maa yuhibbullah/mencintai perkara yang Allah cintai. Hal inilah yang memasukkan pelakunya ke dalam islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. 
[3] Al Hubb lillah wa fillah/mencintai karena Allah dalam keta’atan kepadaNya. Hal ini merupakan konsekwensi dari mencintai perkara yang Allah cintai. Sungguh mencintai sesuatu tidaklah akan benar-benar terwujud kecuali dengan mencintai hal itu karena Allah dan dalam keta’atan kepadaNya. 
[4] Al Mahabbatu ma’allah/mencintai selain Allah bersama Allah. Ini adalah kecintaan orang-orang musyrik kepada Allah. Barangsiapa yang mencintai sesuatu bersama Allah bukan karena Allah, bukan sebagai sarana kepada kecintaan pada Allah dan bukan dalam keta’atan kepadaNya maka dia telah menjadikan sesuatu tersebut sebagai tandingan bagi Allah. Seperti inilah kecintaan kaum musyrikin. 
[5] Al Mahabbatu ath Thobi’iyah/cinta yang sejalan dengan tabi’at. Cinta ini bentuknya berupa kecenderungan seseorang terhadap perkara yang sesuai dengan tabi’atnya seperti seseorang yang haus mencintai air, seseorang yang lapar mencintai makanan, seseorang yang mencintai tidur ketika mengantuk, seseorang suami dan ayah mencintai istri dan anak dan seterusnya.  
Kecintaan jenis ini tidaklah tercela selama kecintaan tersebut tidak melalaikan dari mengingat Allah (ibadah) dan menghambat kesibukan hamba dalam mencintai Allah

Semisal seorang yang karena cintanya kepada anaknya menyebabkan ia lalai dari sholat jama’ah karena bekerja untuk memberi nafkah anaknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (QS. Al Munafiqun [63] : 9).[9] 
Jika demikian celaan Allah pada hal-hal yang mubah maka bagaimanakah celaan Allah terhadap kecintaan seseorang terhadap perkara yang haram semisal seorang pemuda yang mencintai pacarnya[10] apalagi jika kecintaan ini mengahalanginya dari ibadah kepada Allah, semisal melalaikan sholat jama’ah. Maka tentulah celaan Allah untuk orang yang demikian bertumpuk-tumpuk banyaknya.

Perkara yang Dicintai [11] 
Perkara yang dicintai terdiri dari dua hal :
[1] Perkara yang dicintai karena dirinya sendiri.
[2] Perkara yang dicintai karena yang lain.

Tidak ada suatu apapun yang berhak untuk dicintai karena dirinya sendiri kecuali Allah ‘Azza wa Jalla semata. Segala sesuatu yang dicintai selain Allah hanyalah karena mengikuti kecintaan kepada Allah, seperti kecintaan kepada para malaikat, para Nabi, orang-orang yang beriman dan bertaqwa, maka kecintaan tersebut hanya mengikuti kecintaan kepada Allah. Perkara ini merupakan sebuah perkara yang wajib untuk diperhatikan dan dibedakan karena ia adalah pembeda kecintaan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat/membahayakan.  
Adapun perkara yang dicintai karena yang lain maka hal ini dapat dibagi menjadi dua : 
[1] Perkara yang mendatangkan kenikmatan bagi seseorang yang mencintainya, dengan cara mengetahui dan memperolehnya. 
[2] Perkara yang mendatangkan penderitaan bagi seseorang yang mencintainya tetapi ia tetap bertahan menanggungnya karena hal itu mengantarkan kepada perkara yang dicintainya. 
Hal ini sebagaimana meminum obat-obatan dan perang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al Baqoroh [2] : 216).

Lalaikan Shalat Dihantam Batu Besar

Kehidupan alam barzah atau alam sesudah dunia adalah benar adanya.
Di alam tersebut apabila manusia semasa hidupnya melakukan kebajikan maka ia akan mendapatkan nikmat kubur, namun apabila melanggar perintah Allah SWT, amak azab kubur akan menantinya.

Pada suatu hari dalam sebuah majelis, Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya semalam aku telah bermimpi, telah datang padaku dua malaikat, keduanya diutus Allah SWT supaya mendatangiku."

Selanjutnya Rasulullah SAW berkisah tentang mimpi yang dialaminya semalam.
Dalam mimpi itu Beliau mendatangi dua orang laki-laki, seorang laki-laki sedang tidur telanjang, sedangkan seorang laki-laki yang lain memegang batu besar.

Dihantam Batu Besar.
Dalam mimpi tersebut Rasulullah SAW melihat batu yang dibawa oleh salah satu laki-laki itu kemudian dihantamkan tepat di kepala laki-laki yang tidur telanjang.
Akhirnya kepala laki-laki tersebut pecah dengan keluar banyak darah.
Batu besar terpental beberapa meter dari laki-laki yang telentang tadi, kemudian laki-laki yang menghantamkan batu tersebut mengikutinya lalu memungut kembali batu besar tersebut.

Pada saat yang bersamaan, kepala laki-laki yang dihantam batu itu utuh kembali seperti tidak pernah terjadi apa-apa, kemudian laki-laki yang memegang batu mendatanginya lagi dan menghantamkan kembali batu besar itu ke kepala laki-laki yang terlentang, hingga pecah dan berdarah.
Kejadian itu berlangsung terus menerus.

Hingga kemudian bertanyalah Rasulullah SAW kepada dua malaikat yang bersamanya,
"Wahai malaikat, apa yang telah diperbuat mereka semasa hidup di dunia."
"Mereka telah menerima azab kubur,lelaki itu semasa hidupnya telah mengingkari kitab suci Al Qur'an, dan tidak hanya itu, kemudian ia menentang isinya dan melalaikan shalat fardhu, jelas malaikat.

Semua itu adalah pelajaran yang dapat diambil hikmahnya bagi mereka yang kerap melalaikan shalatnya, sebagaiman firman Allah SWT,
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya."
(QS. Al Maa'un: 4-5).

Rasulullah SAW bersabda,
"Kubur itu pertama tempat yang menuju akhirat, maka apabila selamat dalam kubur, maka yang dibelakangnya lebih ringan, dan jika tidak selamat dalam kubur maka yang dibelakangnya lebih berat daripadanya."

Jenazah Anak Saleh Berbau Harum

Berita dari Alam kubur kali ini mengisahkan tentang nikmatnya alam kubur yang diterima oleh anak yang saleh.

Kisahnya.
Semasa hidupnya, seorang anak yang bernama Hasan bin Abdullah dikenal sebagai anak yang saleh.
Subhanallah...
Setelah berpuluh-puluh tahun ia mati dan dimakamkan, jasadnya masih terlihat utuh dan berbau harum. Kisah ini terjadi di daerah Unaizah, Arab Saudi. Saat itu, di tepi batas kota akan dibangun benteng batas wilayah Unaizah. Kebetulan lokasi itu dulunya merupakan kuburan warga setempat yang lama tak dipakai lagi. Berdasarkan persetujuan raja setempat, lokasi kuburan itu akhirnya dibongkar.

Maka mulailah para pekerja memindahkan satu persatu jenazah di kuburan itu ke lokasi lain yang sudah disediakan. Namun, hingga pada giliran makam yang ada di sebelah pojok, penggali kuburan mengalami kesulitan. Tanah di makam itu terasa keras untuk digali. Butuh sekitar satu jam untuk membobfkar kuburan tua itu.
"Tanahnya lebih keras dari tanah yang lain di kuburan ini, kenapa bisa demikian ya," kata salah seorang penggali.

Mendapat Nikmat Kubur.
Meskipun demikian, mereka tetap sabar hingga tergalilah makam tersebut. Ternyata di dalam liang lahat itu terdapat jenazah yang masih utuh meski tampak kering. Bahkan jenggot jenazah itu masih tampak jelas dan utuh. Padahal beberapa kafan sudah hancur dimakan tanah.
"Subhanallah...jenazah siapa ini," ujar seorang penggali kubur."
"baunya harum sekali, aneh..padahal kuburan ini usianya sudah lama," ujar yang lain.

Para penggali makam itu juga bingung karena seketika saja aroma harum menyerbak ke segala arah. Mereka yakin, jika bau harum itu berasal dari jenazah utuh itu. Salah satu dari mereka kemudian memanggil salah seorang Syeikh di Unaizah untuk melihat keanehan itu.

"Subhanallah..., biarakan dalam posisi sebagaimana adanya. Hindarilah ia dan galilah sebelah kanan atau sebelah kiri," ucap syeikh tersebut.
Para pekerja itu menuruti perintah sang syeikh. Akhirnya, dengan terpaksa mereka mengurangi luas area untuk pembangunan benteng tersebut. Sang Syeikh kemudian berusaha mencari informasi tentang jenazah siapakah yang mendapatkan nikmat kubur itu.

Ia bertanya ke seluruh penduduk desa itu, hingga sampailah ia di sebuah rumah kecil dan tua. Penghuni rumah itu hanya seorang nenek tua. Ia hanya terbaring di ranjang sambil berzikir kepada Allah SWT.
"Apa yang membuat Anda singgah di rumah ini? Bukankah masih banyak rumah lain yang lebih bagus untuk kau singgahi?" tanya nenek itu.
"Aku sedang mencari ahli keluarga dari makam yang jenazahnya utuh itu," jawab syeikh.
"Ketahuilah, ia adalah Hasan bin Abdullah. Dia saudaraku yang meninggal dua puluh tahun yang lalu," kata nenek dengan nada sedih.



Berbakti Kepada Orang Tua.
Mendengar pernyataan itu, syeikh lebih mendekat lagi menuju pembaringan nenek.
"Sudikah engkau menceritakan apa yang sebenarnya dilakukan saudaramu itu ketika masih hidup?" tanya syeikh.
"Ia adalah seorang yang ahli ibadah, tiap malamnya selalu bermunajat kepada Allah SWT," kata nenek itu dengan suara yang terputus-putus sambil meneteskan air mata karena teringat akan saudaranya.

"Saudaraku itu tidak pernah menolak setiap perintah orang tuaku. Ia anak yang berbakti. Saudaraku itu sering menggendong ibuku ke pasar untuk berdagang," jelas nenek itu lagi.

Syeikh itu sangat terkesima dengan amaan yang dialkukan oleh saudara nenek itu. Ia kemudian berpamitan sambil memberikan beberapa dinar untuk sedekah. Sesampainya di rumah, syeikh itu langsung bersimpuh di kaki ibunya. Ia menangis memohon maaf atas semua kesalahannya yang tidak begitu memperhatikan ibunya karena terlalu sibuk bekerja.

Sang syeikh saja sampai bersimpuh dikaki ibu, sudahkah Anda?
Mari berbakti kepada orang tua, terutama kepada ibu kita, agar kita bisa mendapatkan nikmat kubur seperti Hasan bin Abdullah dalam kisah ini.