BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kedokteran dan kesehatan berkembang dengan pesat. Salah
satunya adalah kemajuan dalam teknik transplantasi organ. Transplantasi organ
merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak
berfungsi dengan organ dari individu lain. Sejak kesuksesan transplantasi yang
pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun
1954, perkembangan di bidang transpIantasi maju dengan pesat. Kemajuan ilmu dan
teknologi memungkinkan pengawetan organ, penemuan obat-obatan anti penolakan
yang semakin baik sehingga berbagai organ dan jaringan dapat
ditransplantasikan. Dewasa ini bahkan sedang dilakukan uji klinis penggunaan
hewan sebagai donor.
Dibalik kesuksesan dalam
perkembangan transplantasi organ muncul berbagai masalah. Semakin meningkatnya
pasien yang membutuhkan tranplantasi, penolakan organ, komplikasi pasca
transplantasi, dan resiko yang mungkin timbul akibat transplantasi telah memunculkan
berbagai pertanyaan tentang etika, legalitas dan kebijakan yang menyangkut
penggunaan teknologi itu. Pada makalah ini akan dibicarakan berbagai masalah
etika yang timbul sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi transplantasi
organ, masalah etika utama dalam transplantasi, bagaimana kebijakan di
Indonesia mengenai transplantasi dan betapa pentingnya nilai-nilai etika dalam
mempertahankan suatu sistem nilai dan dalam penentuan kebijakan pemerintah.
1.2 Rumusan
Masalah
§ Bagaimana
Sejarah Transplantasi Organ?
§ Apa
Pengertian Transplantasi Organ?
§ Apa Tujuan
Transplantasi Organ?
§ Apa saja
Organ-organ dan Jaringan yang ditransplantasi?
§ Apa
Jenis-jenis Transplamtasi Organ?
§ Apa
perundang-undangan dan Etika Transplantasi Organ?
§ Apa Larangan
Sanksi Hukum Transplantasi Organ?
1.3 Tujuan
§ Mengetahui
Sejarah Transplantasi Organ
§ Mengetahui
Pengertian Transplantasi Organ
§ Mengetahui
Tujuan Transplantasi Organ
§ Mengetahui
Organ-organ dan Jaringan yang ditransplantasi Organ
§ Mengetahui
Jenis-jenis Transplamtasi Organ
§ Mengetahui
perundang-undangan dan Etika Transplantasi Organ
§ Mengetahui
Larangan Sanksi Hukum Transplantasi Organ
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Transplantasi Organ
Sejarah dan
Perkembangan Transplantasi Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan
transpalantasi kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari
Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama. Diduga
John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi.
Dia mampu membuat kriteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan
trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan
sistim histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi
belum ditemukan.
Pada abad ke
– 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan
menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan
ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi. Perkembangan
teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik
transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembeng dengan ditemukannya
metode - metode pencangkokan, seperti :
a.
Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam
operasi lintas koroner olah Dr. George E.Green.
b.
Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada
manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal
dalam waktu 18 hari.
c.
Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang
meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.
2.2 Pengertian Transplantasi Organ
Transplantasi organ adalah pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya atau pemindahan organ dari donor ke resipien yang organnya mengalami kerusakan. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien dengan kegagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan yang lain dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran. Namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja,karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi,adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah, karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait (hulum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat, pemerintah dan swata).
Transplantasi
Organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka
pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan
baik (pasal 1 butir 5 UUK).
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu
dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain
dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi organ dapat
dikategorikan sebagai ‘life saving’ sedangkan transplantasi jaringan
dikategorikan sebagai ‘life enhancing’.
2.3 Tujuan Transplantasi Organ
Transplantasi organ merupakan suatu
tindakan medis memindahkan sebagian tubuh atau organ yang sehat untuk
menggantikan fungsi organ sejenis yang tidak dapat berfungsi lagi.
Transplantasi dapat dilakukan pada diri orang yang sama (auto transplantasi),
pada orang yang berbeda (homotransplantasi) ataupun antar spesies yang berbeda
(xeno-transplantasi). Transplantasi organ biasanya dilakukan pada stadium
terminal suatu penyakit, dimana organ yang ada tidak dapat lagi menanggung
beban karena fungsinya yang nyaris hilang karena suatu penyakit. Pasal 33 UU No
23/1992 menyatakan bahwa transplantasi merupakan salah satu pengobatan yang
dapat dilakukan untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Secara legal transplantasi hanya boleh
dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak boleh dilakukan untuk tujuan
komersial (pasal 33 ayat 2 UU 23/ 1992). Penjelasan pasal tersebut menyatakan
bahwa organ atau jaringan tubuh merupaka anugerah Tuhan YME sehingga dilarang
untuk dijadikan obyek untuk mencari keuntungan atau komersial.
2.4 Organ dan Jaringan yang Ditransplantasikan
1. Organ Thoracic :
• Jantung
• Paru - paru
2. Organ Abdomen :
• Ginjal • Usus
• Hati • Perut / lambung
• Pankreas
3. Organ, sel, cairan
• Tangan • Transfusi darah
• Kornea • Pembuluh darah
• Kulit • Katup jantung
• Pulau Langerhans ( sel pancreas ) • Tulang
• Sumsum tulang
2.5 jenis-jenis Transplantasi Organ
v Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
1. TRANSPLANTASI AUTOLOGUS
yaitu perpindahan dari satu tempat
ketempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang dikumpulkan sebelu pemberian kemoterapi.
Transplantasi
jaringan pada orang yang sama, biasanya dilakukan pada jaringan yang berlebih
yang dapat beregenerasi atau jaringan yang terdekat, seperti pada skin graft
atau vein extraction, pada coronary artery bypass surgery (CABG).
2. TRANSPLANTASI ALOGENIK
2. TRANSPLANTASI ALOGENIK
yaitu Transplantasi
organ atau jaringan antara dua orang yang tidak sama secara genetik, namun sama
spesiesnya, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
Transplantasi organ pada manusia umumnya adalah allograft, sehingga ada kendala
penolakan organ atau jaringan dari resepien.
3. TRANSPLANTASI SINGENIK/ISOGRAFT
yaitu
perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada gambar
identik. kelebihannya adalah tidak ada penolakan organ atau
jaringan dari resepien.
4. TRANSPLANTASI XENOGRAFT
yaitu
perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya. Seperti
transplantasi katup jantung babi pada manusia, yang berjalan dengan baik.
Transplantasi ini sangat berbahaya, terutama masalah non-incompatibility,
penolakan, dan penyakit yang dibawa organ atau jaringan tersebut.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
·
Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ
manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
·
Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau
organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan
tindakan transplantasi, yaitu :
·
Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan
diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan
psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan / organ.
·
Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari
penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau
menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah
tidak dapat berfungsi lagi.
v Jika
ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan tubuh, maka
transplantasi dapat dibedakan menjadi :
a. Transplantasi
dengan donor hidup
Transplantasi
dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ tubuh
seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa
mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan pada jaringan atau organ yang
bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan
sumsum tulang, serta
organ-organ yang berpasangan misalnya ginjal.
Sebelum memutuskan menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan
mengerti resiko yang dihadapi baik resiko di bidang medis, pembedahan maupun
resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ
yang telah dipindahkan. Jika dilakukan pada orang yang sama dimana donor dan
resipien adalah orang yang sama, maka tindakan ini tidak mempunyai implikasi
hukum. Namun akan berbeda jika donor dan resipien adalah orang yang berbeda,
karena tindakan ini melibatkan orang lain yang juga memiliki hak.
Transplantasi
organ dari donor hidup mendatangkan lebih banyak permasalahan dari segi etika
dan moral. Keberhasilan transplantasi ginjal yang pertama kali pada tahun 1954
telah menimbulkan perdebatan sengit di kalangan para teolog. Debat tersebut
berfokus pada prinsip totalitas, yang menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu
seseorang diperkenankan mengorbankan salah satu bagian atau salah satu fungsi
tubuhnya demi kepentingan seluruh tubuh.
Transplantasi organ dari donor hidup wajib
memenuhi 4 persyaratan:
1.
Resiko yang dihadapi oleh donor harus proporsional
dengan manfaat yang didatangkan oleh tindakan tersebut atas diri penerima.
2.
Pengangkatan organ tubuh tidak boleh mengganggu secara
serius kesehatan donor atau fungsi tubuhnya.
3.
Perkiraan penerimaan organ tersebut oleh penerima
4.
Donor wajib memutuskan dengan penuh kesadaram dan
bebas, dengan mengetahui resiko yang mungkin terjadi
b. Transplantasi
dengan donor mati atau jenazah
Transplantasi
dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ atau jaringan dari tubuh
jenazah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Jenis organ yang biasanya
didonorkan adalah organ yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya
jantung, kornea, ginjal dan pankreas.
Seperti halnya dengan transplantasi dengan donor hidup yang melibatkan
dua orang yang berbeda, tindakan ini juga berimplikasi hukum. Biasanya organ
terbaik donor jenazah berasal dari jenazah orang yang masih berusia muda dan tidak mengidap
penyakit, maka donor jenazah terbaik biasanya merupakan korban dari kecelakaan,
bunuh diri, maupun pembunuhan. Yang pada beberapa negara secara hukum berada
pada kekuasaan dokter forensik untuk penyidikan. Di negara tersebut mulai
dikembangkan pengambilan organ atau jaringan tubuh dari donor jenazah di ruang
autopsi dilakukan oleh dokter forensik dengan prosedur aseptik sehingga lebih
praktis dan menghemat biaya. Untuk pengambilan organ atau jaringan tubuh ini
dokter forensik bisa dibantu atau diawasi oleh dokter dari bidang lain sesuai
dengan organ yang akan diambil. Sebelum pengambilan organ dilakukan informed
consent pada jenazah-jenazah tersebut, jika jenazah diketahui identitasnya maka
informed consent. Dari segi etika, transplantasi dari donor jenazah tidak
mempunyai masalah dari segi etika dan moral.
Pada
dasarnya berbagai organ tubuh dari seorang yang meninggal dunia dapat digunakan
untuk menolong menyelamatkan atau memperbaiki hidup orang lainnya yang masih
hidup. Dengan demikian transplantasi adalah baik secara moral dan bahkan patut
dipuji. Donor wajib memberikan persetujuannya dengan bebas dan penuh kesadaran
sebelum wafatnya atau keluarga terdekat wajib melakukannya pada saat
kematiannya. Transplantasi organ tidak dapat diterima secara moral kalau
pemberi atau yang bertanggungjawab untuk dia TIDAK memberikan persetujuan
dengan penuh kesadaran.
Dalam hal
pengambilan organ dari jenazah dikenal ada 2 sistem yang diberlakukan secara
nasional.
1.
Sistem izin (toestemming system): sistem ini
menyatakan bahwa transplantasi baru dapat dilakukan jika ada persetujuan dari
donor sebelum pengambilan organ. Indonesia menganut sistem ini.
2.
Sistem tidak berkeberatan (geen bezwaar system): dalam
sistem ini transplantasi organ dapat dilakukan sejauh tidak ada penolakan dari
pihak donor. Tidak adanya penolakan dari donor, dalam sistem ini, ditafsirkan
sebagai ”donor tidak keberatan dilakukan pengambilan organ”.
Penentuan saat kematian
Pada transplantasi organ dari jenazah, penentuan saat kematian merupakan
isyu yang sangat penting. Keberhasilan transplantasi jenis ini sangat
tergantung pada kesegaran organ, artinya operasi harus dilakukan sesegera
mungkin setelah donor meninggal. Namun demikian, donor tidak boleh dinyatakan
meninggal secara dini atau kematiannya dipercepat agar organ tubuhnya dapat
segera dipergunakan.
Kriteria moral menuntut bahwa donor harus sudah meninggal dunia sebelum
organ-organ tubuhnya dipergunakan untuk transplantasi. Untuk menghindari terjadinya
konflik kepentingan, saat kematian hendaknya ditetapkan oleh dokter yang
mendampingi donor pada saat kematiannya, atau jika tidak ada, dokter yang
menyatakan kematiannya. Dokter tersebut tidak diperkenankan ikut ambil bagian
dalam prosedur pengambilan atau transplantasi organ.
Dalam kaitan dengan hal tersebut diatas, maka definisi mati menjadi penting.
Dalam kaitan dengan hal tersebut diatas, maka definisi mati menjadi penting.
2.6
Peraturan Perundang - Undangan dan Etika Transplantasi Organ
A. Aspek Hukum Transplantasi Organ
Dari segi hukum, transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.
Peraturan tranplantasi organ termuat dalam :
1. Pasal 33 dan 34 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
a. Pasal 33
a. Pasal 33
1)
Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh , transfusi
darah , implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah pastik dan
rekonstruksi.
2)
Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta
transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk
tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
b. Pasal 34
1)
Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
2)
Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang
donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan
ahli waris atau keluarganya.
3)
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. PP No. 18 Tahun 1981
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis,
bedah mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia
tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 1
Pasal 1
a)
Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa
tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal
(fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b)
Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai
bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
c)
Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran
untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang
lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh
ynag tidak berfungsi dengan baik.
d)
Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau
jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
e)
Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini
oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau
denyut jantung seseorang telah berhenti. Ayat yang mengenai definisi meninggal
dunia kurang jelas, maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa
tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan
pernafasan da jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau
terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Pasal 10
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11
(1) Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk
Pasal 10
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11
(1) Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk
oleh mentri kesehatan.
(2) Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang
(2) Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang
merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2 (dua) orang saksi.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.
Pasal 15
Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2 (dua) orang saksi.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.
Pasal 15
1)
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan
jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang
bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk
dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatya, dan kemungkinan -
kemungkinan yang terjadi.
2)
Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin
benar, bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti
dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Tujuan pengaturan :
► melarang transplantasi untuk tujuan komersial
► Transplantasi bukanlah suatu obyek yang dapat diperjual belikan dalam mencari keuntungan.
► Tindakan transplantasi adalah suatu usaha mulia yang bertujuan menolong sesama manusia untuk mengurangi penderitaannya.
► melarang transplantasi untuk tujuan komersial
► Transplantasi bukanlah suatu obyek yang dapat diperjual belikan dalam mencari keuntungan.
► Tindakan transplantasi adalah suatu usaha mulia yang bertujuan menolong sesama manusia untuk mengurangi penderitaannya.
B. Aspek Etis Transplantasi Organ
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan dalam KODEKI, yaitu:
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh (2) orang doter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan. Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh (2) orang doter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan. Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.
C. Tenaga Kesehatan Yang Berwenang
Di Indonesia transplantasi hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan, yang melakukannya atas dasar adanya persetujuan dari donor maupun ahli warisnya (pasal 34 ayat 1 UU No. 23/1992). Karena transplantasi organ merupakan tindakan medis, maka yang berwenang melakukannya adalah dokter. Dalam UU ini sama sekali tidak dijelaskan kualifikasi dokter apa saja yang berwenang. Dengan demikian, penentuan siapa saja yang berwenang agaknya diserahkan kepada profesi medis sendiri untuk menentukannya.
Secara logika, transplantasi organ dalam
pelaksanaannya akan melibatkan banyak dokter dari berbagai bidang kedokteran
seperti bedah, anestesi, penyakit dalam, dll sesuai dengan jenis transplantasi
organ yang akan dilakukan. Dokter yang melakukan transplantasi adalah dokter
yang bekerja di RS yang ditunjuk oleh Menkes (pasal 11 ayat 1 PP 18/1981).
Untuk menghindari adanya konflik kepentingan, maka dokter yang melakukan
transplantasi tidak boleh dokter yang mengobati pasien (pasal 11 ayat 2 PP
18/1981)
D. Syarat Pelaksanaan Transplantasi
Pada transplantasi organ yang melibatkan donor organ hidup, pengambilan organ dari donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan. Pengambilan organ baru dapat dilakukan jika donor telah diberitahu tentang resiko operasi, dan atas dasar pemahaman yang benar tadi donor dan ahli watis atau keluarganya secara sukarela menyatakan persetujuannya (pasal 32 ayat 2 UU No. 23/1992)
Syarat dilaksanakannya transplantasi adalah:
1. Keamanan: tindakan operasi harus aman bagi donor maupun penerima organ. Secara umum keamanan tergantung dari keahlian tenaga kesehatan, kelengkapan sarana dan alat kesehatan
2. Voluntarisme: transplantasi dari donor hidup maupun mati hanya bisa dilakukan jika telah ada persetujuan dari donot dan ahli waris atau keluarganya (pasal 34 ayat 2 UU No. 23/1992). Sebelum meminta persetujuan dari donor dan ahli waris atau keluarganya, dokter wajib memberitahu resiko tindakan transplantasi tersebut kepada donor (pasal 15 PP 18/1981).
E. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah
(a) donor
hidup
(b) jenazah
dan donor mati
(c) keluarga
dan ahli waris
(d) resepien
(e) dokter
dan pelaksana lain
(f)
masyarakat
Hubungan pihak – pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi
akan dibicarakan dalam uraian dibawah ini.
a. Donor Hidup
a. Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
b. Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh – sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan
c. Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
d. Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
e. Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan - pertimbangan kepentingan pribadi.
f. Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
2.7 Larangan dan Sanksi Hukum
Pelanggaran terbanyak atas aturan internasional adalah jual beli organ dalam
rangka transplantasi organ. Jual beli organ terjadi akibat tidak seimbangnya
kebutuhan (need) dan penawaran (demand) organ untuk keperluan transplantasi.
Dalam kaitan dengan isyu ini, China dianggap sebagai negara pelanggar terbesar.
Sejak beberapa dekade terakhir, transplantasi organ merupakan penyumbang devisa
negara China yang amat besar. Besarnya suplay organ, yang kebanyakan diperoleh
dari narapidana tereksekusi, menyebabkan banyak orang berbondong-bondong
mencari organ di China. Pencarian organ yang bisa memakan waktu berbelas tahun
di negara lain, dapat diperoleh di China hanya dalam waktu beberapa minggu.
Banyaknya suplay, tingginya ketrampilan dokter dan harganya yang relatif terjangkau
membuat China menjadi tujuan pertama pasien-pasien yang memerlukan donor organ.
Ada kecurigaan, sejak tahun 2001 China telah melakukan pelanggaran Hak Azasi
Manusia karena telah mengeksekusi secara sengaja para pengikut Falun Gong yang
dipenjara, untuk diambil organ tubuhnya. Organ-organ ini lalu dijual kepada
pasien yang membutuhkan dengan mengambil keuntungan besar (laporan David
Kilgour dan David Matas, 2007). Dalam beberapa tahun terakhir transplantasi
ginljal di China mencapay 41.500 kasus.
Berkaitan dengan hal ini, maka pada Istambul Summit yang diadakan pada pertengahan tahun 2008, dan dihadiri oleh 150 orang perwakilan ilmiah dan dokter dari 78 negara, pegawai pemerintah, ilmuwan sosial dan pakar etika, semua menyatakan ikrar untuk menentang organ trafficking (penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi (pengobatan organ sebagai komoditas) dan transplant tourisme (turisme dalam rangka penyediaan organ untuk pasien dari negara lain)
Dalam hukum di Indonesia, pada prinsipnya ada beberapa larangan:
1. Larangan komersialisasi organ atau jaringan tubuh: Pasal 16 PP 18/1981 menyatrakan bahwa donor dilarang menerima imbalan material dalam bentuk apapun. Pasal 80 ayat 3 UU No 23/1992 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau tranfusi darah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak 300 juta rupiah.
2. Larangan pengiriman dan penerimaan organ jaringan dari dan keluar negeri (pasal 19 PP No. 18/1981)
Berkaitan dengan hal ini, maka pada Istambul Summit yang diadakan pada pertengahan tahun 2008, dan dihadiri oleh 150 orang perwakilan ilmiah dan dokter dari 78 negara, pegawai pemerintah, ilmuwan sosial dan pakar etika, semua menyatakan ikrar untuk menentang organ trafficking (penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi (pengobatan organ sebagai komoditas) dan transplant tourisme (turisme dalam rangka penyediaan organ untuk pasien dari negara lain)
Dalam hukum di Indonesia, pada prinsipnya ada beberapa larangan:
1. Larangan komersialisasi organ atau jaringan tubuh: Pasal 16 PP 18/1981 menyatrakan bahwa donor dilarang menerima imbalan material dalam bentuk apapun. Pasal 80 ayat 3 UU No 23/1992 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau tranfusi darah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak 300 juta rupiah.
2. Larangan pengiriman dan penerimaan organ jaringan dari dan keluar negeri (pasal 19 PP No. 18/1981)
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Transplantasi
organ dan atau jaringan tubuh manusia sebagai salah satu kemajuan teknologi di
bidang kedokteran perlu diatur dengan Undang-Undang sehingga tidak terjadi
komersialisasi dalam transplantasi organ.
2. Sebelum melakukan
transplantasi organ dan atau
jaringan tubuh, seseorang
yang memutuskan menjadi donor harus mengetahui dan mengerti resiko yang
dihadapi baik resiko di bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk
kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah
dipindahkan.
3. Bagi
donor jenazah sebelum pengambilan organ dilakukan informed consent pada jenazah
tersebut, jika diketahui identitasnya maka informed consent didapatkan dari
keluarga atau ahli warisnya. Jika tidak diketahui identitasnya, maka jenazah
tersebut dianggap milik negara sehingga dokter forensik dapat mengambil organ
atau jaringan tubuh untuk kemudian diserahkan pada bank organ dan jaringan
tubuh.
4. Penegakan
hukum tentang transplantasi di Indonesia masih sulit di tegakkan karena UU No
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1981
tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat
atau Jaringan Tubuh Manusia tidak memuat batasan yang jelas.
5. Komersialisasi
organ dan atau jaringan tubuh manusia mereupakan tindakan pidana yang bersifat
delik biasa sehingga penyidik berwenang melakukan penyidikan meskipun tanpa
laporan dari masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Teresa,L.
Nilai Etika Transplantasi
Organ. Available at:
http://www./maranatha.com/transplantasi
(Accessed: May 30, 2008)
Suprapti, S.R. Etika Kedokteran
Indonesia.Transplantasi. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2001.
27,2008)
Triana, N.
Menengok Transplantasi Organ
di China. Available
at:
http://www.jurnalnasional.com (Accessed:
May 29,2008)
Kaldjian,
L. Are Individuals Diagnosed With Brain Death Really Dead?.Available at:
http://www.JHASIM.com
(Accessed:May 30, 2008)